Selasa, 21 Agustus 2012

Segenap crew  yang bertugas mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1433H
Minal Aidzin wal Waidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Rabu, 01 Agustus 2012

Sambungkan titik-titik

Memulai hari dengan mempraktikan ilmu yang dipunya merupakan hal yang sangat menyenangkan di awal bulan Agustus ini. Betapa tidak, ketika kebanyakan manusia seumurannya terlelap tidur, penulis mendapat kesempatan untuk menjadi seorang MC,Moderator, dan bonusnya adalah motivator.

Menyenangkan saat penulis bisa menyambut udara pagi di pinggiran kota hujan, lalu melakukan hal yang bermanfaat. Apalagi di bulan puasa yang konon semua kebaikan akan dibalas berkali-kali lipat oleh Sang Maha Pemberi.

Dimulai dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan YME, yang menguatkan penulis untuk melangkahkan kaki menuju sebuah tempat, menguatkan mata penulis untuk sejenak meninggalkan nikmatnya terlelap, serta memberi kesempatan kepada penulis untuk bisa mewujudkan rasa syukur dengan jalan berkarya. Mungkin Tuhan tidak memudahkan penulis, tapi Tuhan menguatkan penulis untuk melakukan kebaikan. Karena ketika manusia diberi kemudahan, maka ia akan mudah terlena.

Dilanjutkan dengan senandung cinta kepada Rasullulloh SAW, yang selalu menjadi tokoh idola bagi penulis. Memanjatkan salam kepada Rasul, semoga penulis termasuk dalam kelompok umat yang mendapat syafaatnya dan bisa bertemu dengannya di akhirat kelak. Penulis mulai mengeluarkan aksi melankolisnya ketika berkisah mengenai Perang Badar dan khalifah Umar bin Khattab. Penulis berharap frekuensi semangat para Mujahidin di perang Badar bisa sampai kepada penulis dan orang-orang disekitarnya.

Kali ini saatnya penulis menjadi penyimak, karena akan ada karya Tuhan YME yang akan disampaikan melalui sesosok anak cucu Adam sebagai medianya. Public speaking. Ya, itulah ilmu dari Tuhan yang akan penulis simak. Antusias menjadi kata pertama dihati penulis ketika sesosok anak cucu Adam mulai menyampaikan karya Tuhan. Satu per satu ilmu dari Tuhan mulai tercatat di pikiran penulis. Sedikit mengangguk, menunduk, senyum, bahkan sekedar mengatur kembali posisi kacamata adalah sekelumit hal kecil yang penulis lakukan sebagai reaksi atas apa yang ia dengar.

Giliran penulis pun tiba, ia harus merangkum dan memberi kesempatan kepada manusia lain untuk berkarya juga. Dengan gaya khas tangan di saku celana, penulis mencoba menampilkan yang terbaik. Tak ada ispirasi. Sejujurnya itulah yang berkecamuk di pikiran penulis. Tapi ia yakin dan berani keluar dari zona nyaman. Ia memberanikan diri untuk menghadapi resiko kegagalan. Karena penulis yakin, orang yang tidak pernah gagal sejatinya adalah orang yang tidak pernah melakukan apapun.

Mulailah penulis menemukan titik terang. Sebuah syair seketika muncul.  Connecting the dots. Ya, itulah salah satu peran vital public speaking. Penulis terispirasi kalimat Connecting the dots dari sebuah karya Tuhan yang disampaikan melalui seseorang bernama Rhenald Kasali. Mencoba mengaitkan connecting the dots dengan public speaking, penulis berhipotesa bahwa apa gunanya gagasan jika hanya disimpan dalam hati. Orang lain tidak akan tahu, karena manusia tidak tercipta untuk berkomunikasi antar hati. Penulis yakin bahwa dengan public speaking, manusia bisa menyampaikan karya Tuhan kepada orang di sekelilingnya minimal. Public speaking menjadi suatu sarana untuk menyambungkan titik-titik yang ada di dunia ini. Penulis beranggapan bahwa dunia ini terdiri dari titik yang tak terhingga jumlahnya. Tidak ada maknanya jika titik-titik itu berdiri sendiri. Semua akan bermakna jika titik-titik itu tersambung satu sama lain sehingga menciptakan makna dan bisa memberi manfaat. Public speaking adalah salah satu jalan untuk menyambungkan titik-titik yang ada di satu otak manusia ke titik-titik di otak manusia lain. Sebagai harapan tentunya hasil persambungan titik-titik tersebut bisa bermanfaat bagi alam raya. Karena penulis percaya bahwa sesuatu yang dilakukan tanpa memberi manfaat kepada dunia di luar tubuhnya, maka apa yang dilakukan itu hanya akan menjadi angin lalu yang ikut terkubur bersama matinya sang pelaku.

Penulis mulai terlelah untuk terus berkarya di hari itu. Rasanya ia mendapat perintah entah dari siapa bahwa sudah cukup apa yang ia lakukan. Penulis mulai membawa orang disekitarnya untuk masuk ke area penyelesaian. Dan harapanpun terujar dari penulis. Ia berharap bahwa apa yang ia dan orang disekitarnya lakukan merupakan suatu kebaikan dan bermanfaat. Imajinasi penulis muncul, semoga apa yang ia lakukan direkam sebuah media massa milik Tuhan, dan akan ditayangkan kelak di hari Perhitungan sebagai sebuah rekaman yang bernilai kebaikan. 


Ditulis dengan sadar oleh seorang penulis yang punya mimpi suatu saat akan mengamalkan public speaking yang bermanfaat di depan ribuan massa.

Translate