Rabu, 16 Mei 2012

Efek Perubahan Iklim Global Terhadap Sebaran Vegetasi


Perubahan iklim menjadi pembicaraan hangat yang makin populer di abad ini. Istilah gas rumah kaca melekat erat dengan perubahan iklim global. Disinyalir, gas-gas inilah aktor utama dibalik fenomena perubahan iklim global. Akan tetapi, manusialah yang paling bertanggung jawab atas fenomena perubahan iklim ini.
Masyarakat bumi saat ini tidak hanya merasakan kenaikan suhu rata-rata bumi, namun ada banyak efek berantai yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup mahluk bumi. Salah efek perubahan iklim global adalah menurunya keanekaragaman hayati di bumi.
Penurunan keanekaragaman hayati terjadi karena banyaknya spesies yang mati akibat memburuknya iklim global, sehingga beberapa spesies tidak mampu menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan. Selain itu, perubahan iklim secara perlahan namun pasti dapat mempengaruhi sebaran vegetasi di permukaan bumi. Nyatanya tidak hanya hewan yang terpengaruh seberannya akibat perubahan iklim, vegetasi pun turut menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
Berdasarkan riset NHREEL, efek emisi gas rumah kaca meliputi dua hal utama, yaitu siklus karbon global dan biodiversitas di bumi.  Menariknya, dengan menghangatnya bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca, redistribusi vegetasi dapat mempengaruhi terestrial biosfer untuk menjadi sumber CO2 baru (mempercepat pemanasan global), atau sebaliknya menjadi penyerap emisi gas rumah kaca (khusunya CO2). Sebagai gambaran, bumi yang hangat akan mendukung hutan-hutan yang kaya akan stok karbon. Akan tetapi, hal ini tidaklah menggembirakan karena banyak vegetasi yang tidak tahan terhadap suhu yang terlalu panas. Hal ini menyebabkan keanekaragaman hayati menurun. Contoh lainnya adalah, mulai adanya vegetasi yang tumbuh di daerah yang dulunya hanya bisa ditempati oleh organisme yang tahan terhadap cuaca ekstrem (dingin). Beberapa bagian di kutub bumi yang nampak sedikit menghijau menunjukan bahwa suhu disana mulai memungkinkan adanya vegetasi baru yang notabene tidak begitu tahan dingin. Artinya, suhu di kutub relatif meningkat.
Menurut Kirilenko dan Solomon (1997), kapasitas terestrial biodiversitas untuk mereduksi dan menyimpan karbon atmosfer akan lebih besar jika suhu bumi tidak terus meningkat. Ada satu hal yang perlu dicermati bahwa peningkatan intensifikasi pertanian di daerah lintang tinggi akan mengakibatkan penurunan secara permanen kemampuan bumi untuk menyimpan karbon dari kemampuan aslinya. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat dunia ditengah ancaman krisis pangan dan makin sedikitnya lahan pertanian. Akan tetapi, intensifikasi pertanian justru memiliki dampak terhadap menurunnya kemampuan bumi untuk menyimpan karbon.


Referensi: Kirilenko, A.P. and A.M. Solomon.1998. Modeling Dynamic Vegetation Response to Rapid Climate Change Using Bioclimatic Clasiification. Climate Change 38:15-49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate